Berkunjung ke Kampung Lokkung, kampung asal Purba
Sigumonrong Yang di Marubun Lokkung
Salah satu kampung tempat marga Purba Sigumonrong berada
(native) adalah di Desa Marubun Lokkung dan kampung-kampung sekitarnya,
Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera. Terdapat puluhan
Keluarga Sigumonrong di sini, dan dulu mereka mempunyai beberapa Pangulu
(semacam Kepala Desa) dan 1 Pangulu Hoop (semacam Raja Kecil). Desa Marubun
Lokkung sendiri berada di Simalungun Jahe-jahe (bawah), di ujung barat laut
Kabupaten Simalungun, berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Serdang Bedagai atau Kabupaten Karo di kejauhan.
Lalu dari mana keluarga Sigumonrong ini berasal? Menurut
cerita, mereka berasal dari Kampung Lokkung, Nagori (Desa) Dalig Raya,
Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Konon dari Kampung
Lokkung mereka merantau mencari lahan perkampungan/pertanian yang lebih luas ke
arah Simalungun bawah. Pertama-tama mereka merantau ke Kampung Cingkes,
sekarang Nagori (Desa) Cingkes, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.
Kampung ini dekat dengan ibu kota kecamatan, Saran Padang. Dari sini sebagian
merantau lagi ke daerah lebih hilir, Kampung Marubun tadi. Mungkin karena
mereka berasal dari Kampung Lokkung tadinya, mereka mengubah nama Marubun
menjadi Marubun Lokkung tadi.
Walaupun demikian penulis dan sebagian besar keluarga Sigumonrong
di Marubun Lokkung belum pernah berkunjung ke Kampung Lokkung. Beruntung, salah
satu botou (saudara perempuan) kami boru Purba Sigumonrong, Eka Magdalena,
menikah dengan calon lae (ipar laki-laki) kami marga Haloho, dari Kampung
Lokkung. Kebetulan pemberkatan gereja dan acara adat dilakukan di kampung
tersebut tanggal 3 September 2013 lalu. Maka disusunlah rencana perjalanan sekaligus
napak tilas.
Perjalanan dimulai dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta
Jakarta pada tanggal 2 September 2013 pukul 21:00 WIB, dengan menumpang pesawat
Airbus A-320 Indonesia Air Asia. Saya dan sepupu, Adi Purba, mendarat di
Bandara Kuala Namu Deli Serdang yang baru sekitar tengah malam. Setelah
beristirahat sebentar di ibu kota Kabupaten Deli Serdang, Lubuk Pakam, kami
menuju rumah keluarga di Galang, Kecamatan Galang, masih di Deli Serdang.
Pukul 05:00 rombongan keluarga telah siap berangkat dengan beberapa
mobil. Penulis memutuskan berangkat dengan sepeda motor supaya lebih bebas.
Keluarga dari Marubun Lokkung, Togur dan Negeri Dolok juga mulai berangkat
dengan mobil dan sepeda motor. Kami terus berkomunikasi dengan telepon seluler
antara rombongan.
Setelah mengisi bensin di Ujung Kampung, Galang, saya
berkendaraan pelan menyusuri kebun karet dan sawit ke arah selatan, melewati
Simpang Kotari. Walaupun kondisi jalan gelap tanpa penerangan, tapi kondisi
aspal jalan cukup bagus dan sesekali bertemu pengendara lain. Ketika hujan
gerimis datang, penulis terpaksa berhenti sebentar, sampai hujan reda. Setelah
melewati titi bosi (jembatan baja) Sungai Ular, saya memasuki wilayah Kabupaten
Serdang Bedagai, melewati Kota Dolok Masihol serta persimpangan ke Negeri
Dolok. Perkebunan rakyat terhampar di sisi kiri-kanan jalan. Sekitar pukul
07:00 saya sudah memasuki Kota Tebing Tinggi, salah satu kota besar yang
dipimpin walikota di Sumatera Utara. Kota ini ditandai oleh pabrik pengeringan
karet. Melewati persimpangan ke Sindar Raya, saya meneruskan perjalanan kembali
ke Selatan, kembali memasuki wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kali ini
perkebunan negara yang menghiasi kiri-kanan jalan. Beberapa saat kemudian saya
memasuki wilayah Kabupaten Simalungun, melewati beberapa lokasi perkebunan.
Diantaranya adalah Bah Bajambi di mana pada 1993 silam pernah penulis kunjungi
dalam rangka Kirab Remaja Nasional.
Akhirnya penulis memasuki Kota Pematang Siantar pada pukul 08:30,
kota nomor dua di Sumatera Utara yang dipimpin oleh wali kota. Dulu kota ini
adalah ibukota Kabupaten Simalungun sebelum dipindahkan ke Pematang Raya.
Melewati pusat kota dan kompleks militer Dodikpur Rindam I/BB, berbelok ke
kanan di Timbangan menuju arah Seribu Dolok. Penulis kemudian kembali memasuki
wilayah Kabupaten Simalungun. Mobil minibus penumpang jurusan Kaban Jahe-Seribu
Dolok-Pematang Siantar-Tanjung Balai terlihat beberapa kali melintas. Melewati
Kampung Panei/Panei Tongah, Sirpang Sigodang, Sondi Raya, beberapa kampung
dengan suku kata "Raya" dan akhirnya tiba di ibu kota Kabupaten
Simalungun, Pematang Raya. Kota ini merupakan kota pendidikan di Simalungun dan
tempat di mana injil Kristen mulai disebarkan di Simalungun pada tahun 1903
oleh penginjil Jerman, Pendeta August Theis.
Setelah mandi dan berganti baju di sebuah SPBU kecil,
penulis kemudian sarapan mie gomak, gorengan dan the susu panas di Sirpang
Dalig Raya. Sungguh nikmat, ditambah suhu udara yang sedang agak dingin.
Penduduk terlihat menggiling kopi, menjemur pipilan jagung serata membuat
keranjang dari bambu. Setelah berkendaraan sekitar 2 km, penulis berbelok kanan
di Sirpang Pangaltoan. Penulis terlihat menanam kopi pendek (maaf, mereka
menamakan Kopi Ateng atau Kopi Sibayar Utang karena cepat panen). Tanaman lain yang menarik
perhatian penulis adalah pohon aren, sepertinya pohon aren jenis genjah
(pendek).
Setelah beberapa saat, penulis berbelok ke kiri sesuai
arahan penduduk yang dilewati. Jalanan menurun, sepertinya baru ditraktor,
melewati sungai. Di persimpangan jalan tadi sudah ada tambal ban dengan merek
"Sigonrong", mungkin kependekan dari Sigumonrong. Tapi di mana
Kampung Lokkung nya? Rupanya kampung tersebut berada di lembah (holbung), bukan
di ketinggian bahu bukit atau dataran (hanopan) sebagai mana kampung di
Simalungun biasanya berada. Lega rasanya akhirnya tiba tepat pukul 10:00 dan
langsung mengikuti acara pemberkatan nikah di gereja GKPS (Gereja Kristen
Protestan Simalungun) setempat.
Huta Lokkung i daerah Raya
Huta (kampung) Lokkung sendiri dihuni oleh beberapa
keluarga. Walaupun marga Purba Sigumonrong sebagian berasal dari kampung sini,
marga-marga penduduknya sendiri telah bercampur dengan marga lain. Kami
menjumpai seorang bapak tokoh Sigumonrong dan seorang ibu boru Sigumonrong yang
memberikan cerita tentang kampung ini. Di kampung ini terdapat satu sekolah SD,
SD GKPS. Terasa damai di sini dan bangga bisa mengunjungi kampung asal Purba
Sigumonrong yang kini berada di Marubun Lokkung sekitarnya.
Setelah selesai beberapa acara adat, kami dan beberapa
keluarga dari Marubun Lokkung sekitarnya bersiap untuk pulang dengan rombongan
sepeda motor. Sewaktu berangkat, mereka melalui rute Marubun Lokkung-Gunung
Meriah-Saran Padang-Dolok Maraja-Lokkung, dengan kondisi jalan sangat jelek
antara Gunung Meriah-Saran Padang. Kali ini kami berencanakan melalui Negeri
Dolok.
Setelah melalui jalan tanah menanjak keluar dari Kampung
Lokkung, kami berbelok ke kiri. Kami kemudian melewati Kampung Kariahan.
Selanjutnya semacam petualangan adventure atau touring: jalan rusak, menurun,
sedikit mendaki, sungai tanpa jembatan dan hutan. Kami bersusah payah melewatinya,
kadang harus mendorong sepeda motor atau tergelincir. Sepertinya kami menuruni
bukit atau anak gunung, berarti Kampung Lokkung tadi sebetulnya beranda di
ketinggian.
Jalan Kariahan-Parapat Luan-Simanabun-Dolok Marawa-Bahoan-Pulu Raya-Bangun
Akhirnya kami tiba di Kampung Parapat Luan, wilayah
Kecamatan Silau Kahean. Di kampung Simanabun, kame berbelok kiri memotong ke
Dolok Marawa, tidak melewati ibu kota kecamatan Silau Kahean, Negeri Dolok.
Lahan kiri-kanan jalan ditanami kelapa sawit dan karet oleh penduduk. Inilah
pertama kali saya ke Simanabun dan Dolok Marawa ini.
Kami kemudian melewati lokasi wisata pemandian air
panas/belerang Tinggi Raja, wisata alam berbasis vulkanik. Selanjutnya kami
tiba di Kampung Bahoan. Melalui jalan yang sedang dibangun, kami melalui
Kampung Pulu Raya, Bangun Baru, melewati Bah Banei dan akhirnya tiba di jalan
raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok. Sebagian berbelok ke kanan menuju Marubun
Lokkung dan sebagian berbelok ke kiri menuju Togur. Jalan raya beraspal
tersebut terasa sebagai jalan tol. Catatan: berikut beberapa yang ikut
rombongan motor ini; Minsen Saragih, Jonni Purba, Raja Saragih, Jasa Saragih,
Jonjuwi Saragih, Mutiara Ginting dan keluarga, Mawan Damanik. MP.