Jalan Raya Medan-Deli Tua-Tiga Jugar-Marjandi Gunung Meriah
Saya telah menulis di blog ini sebelumnya tentang salah satu
permasalahan di Desa Marubun Lokkung dan Togur. Masyarakat hanya bisa bergerak
dan berinteraksi secara lancar di antara kampung-kampung dan kota-kota kecil sepanjang
Jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok, dari atas ke bawah, dan sebaliknya. Secara
matematika, pergerakan itu hanya dua arah sepanjang satu garis linear sepanjang
sumbu x, bukan pergerekan empat arah di bidang koordinat x-y. Berbeda dengan
desa-desa di Jawa, di mana penduduknya bebas bergerak ke utara, selatan, barat
dan timur, dengan ukuran jalan yang sama besar di persilangannya. Jadi
kehidupan penduduk, apalagi bagi kawula muda, lebih menarik dengan adanya
pergerakan yang lebih bebas ini.
Kembali ke Marubun Lokkung dan Togur, memang di samping Jalan
raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok, ada lagi dua jalan raya sejajar di sebelah kiri
dan kanan. Jalan-jalan tersebut adalah jalan raya Negeri Dolok-Simpang
Kerapu-Dolok Masihol-Galang-Lubuk Pakam dan jalan raya Gunung Meriah-Marjandi-Tiga
Juhar-Deli Tua-Medan. Akan tetapi tidak ada jalan menyilang yang layak yang
bisa menghubungkan ketiga jalan tersebut di atas.
Untunglah, ada berita menggembirakan terakhir-terakhir ini.
Negeri Dolok dan Marubun Lokkung telah terhubung secara menyilang dengan
dikembangkannya Jalan Negeri Dolok-Dolok Marawa-Bahoan-Pulo Raya-Bangun
Baru-Marubun Lokkung. Jadi untuk mobil dengan kemampuan tertentu (penggerak
empat roda misalnya), tidak perlu lagi berputar melalui Galang.
Berita yang lebih besar lagi adalah telah diresmikannya jembatan
Lau Luhung yang dilalui jalan raya Marjandi Gunung Meriah-Tiga Juhar-Deli
Tua-Medan. Dengan demikian diharapkan masyarakat sekitar Gunung Meriah dan
Marubun Lokkung mempunyai jalan akses yang lain ke Medan selain melalui Lubuk
Pakam. Masyarakat Marubun Lokkung sekitarnya juga bisa beranjang sana ke Tiga
Juhar. Penulis mau bercerita tentang jalan ini.
Di mulai dari kota Medan. Di sekitar Jalan SM Raja, ke arah
selatan, kita mencari arah ke Deli Tua. Deli Tua adalah kota kecamatan dan sudah
mulai masuk ke dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat di sini dan di
kampung-kampung yang lain ke arah hulu kebayakan terdiri dari sub etnik Batak
Karo, dan berbicara dalam Bahasa Karo. Terus ke hulu kita akan menemukan lokasi
wisata pemandian Sungai Sibiru-biru. Jalan ini sebetulnya sejajar juga dengan jalan
raya Medan-Pancur Batu-Berastagi-Kabanjahe, tetapi dibatasi oleh
pegunungan/perbukitan dan lembah. Akhirnya kita tiba di kota Tiga Juhar,
ibukota Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu. Di sini ada pertigaan, ke
kiri/timur arah ke Kota Bangun Purba, dan terus ke arah Gunung Meriah. Terus
terang, saya sendiri belum pernah menempuh jalur Medan sampai Tiga Juhar atau
Tiga Juhar ke Bangun Purba ini.
Untuk rute Tiga Juhar-Gunung Meriah, baru kali ini juga saya
melewatinya. Tapi kami mulai dari arah Gunung Meriah. Perjalanan kami mulai
dari Desa Togur, bersama adik Juli Purba, mengendarai sepeda motor. Kami
bergerak ke arah hulu/atas jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok, melewati
Kampung Sipinggan Pasar, Tanjung Bayu, Pintuangin menyeberangi sungai Bah Buaya,
Gunung Manuppak dan Marjandi Pamatang. Antara Kampung Togur dan Kampung
Sippinggan terletak perbatasan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Deli Serdang.
Kondisi jalan masih mulus, tapi ada longsor di kiri-kanan jalan. Jalanan
berkelok di Pintuangin menjelang sungai Bah Buaya, mirip seperti jalanan di
Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kami melewati beberapa bangunan gereja seperti
gereja GKPS dan gereja GBKP.
Di Marjandi Pamatang, kami berbelok ke kanan, melewati
Marjandi Tongah. Gedung SMP dan SMA negeri terdapat di sebelah kanan jalan.
Kondisi jalan beraspal, terkelupas dibeberapa bagian. Kaki gunung terlihat
ditanami kelapa sawit dan beberapa tanaman pertanian lain. Kondisi jalanan
kemudian mendaki dan menurun, dengan kondisi jalan berbatu tanpa beraspal.
Sungai-sungai kecil berbatu-batu yang jernih mengalir di kiri kanan jalan. Di
kaki bukit, kami melihat beberapa penduduk memecah-mecah batu gunung yang besar
dengan palu.
Kampung Tanjung Raja
Kami melewati beberapa kampung di tepi jalan, tapi saya lupa nama dan urutannya, seperti Tanjung Muda, Tanjung Raja dan Tanjung Timur,. Ada sekitar dua jembatan di sungai kecil yang sedang diperbaiki. Akhirnya kami tiba di jembatan modern yang baru di resmikan, yang telah diidam-idamkan penduduk, jembatan sungai Lau Luhung. Konon, transportasi dan pengembangan jalan antara Gunung Meriah dan Tiga Juhar tidak bisa berkembang sebelumnya, karena jurang lembah Lau Luhung ini. Lau Luhung sendiri di dalam bahasa Karo berarti sungai lembah/palung, yang menggambarkan kedalaman lembah tersebut, yang mungkin lebih dari 100 m. Selama ini, hanya terdapat jembatan gantung berlantai papan di sana, yang hanya bisa dilalui orang, sepeda motor dan mobil kecil, sambil bergoyang. Dengan dibangunnya jembatan beton beraspal yang lebar ini, disertai pembangunan beberapa jembatan di sungai-sungai kecil, diharapkan jalan raya tersebut bisa diperbaiki. Rancangan jembatannya sendiri secara teknik sipil sangat bagus. Jika selama ini jembatan diperkuat dengan rangka baja atas, maka jembatan ini ditopang oleh rangka baja bawah.
Kami akhirnya memasuki kampung Durian Tinggung, Buluh Nipis,
Parsikkean dan akhirnya kota Tiga Juhar. Tiga Juhar sendiri sudah cukup ramai,
dengan bangunan pasar/los pekan terdapat di tengah kota. Transportasi mini bus
ke kota lain serta becak motor terdapat di sini. Hari pasar atau pekan (dalam
bahasa Karo disebut tiga) adalah hari Rabu. Kami kemudian makan mie goreng
sambil beristirahat. Di sini terdapat taman wisata danau air panas Linting,
semacam situ di Jawa Barat, tetapi airnya panas dari panas bumi.
Ketika mau pulang kami mengambil jalan pintas melalui
Parsikkean-Juma Saran-Marubun Lokkung. Jalanan ini hanya bisa dilalui kendaraan
sepeda motor, melalui perkebunan rakyat. Kami melalui lagi sungai Bah Buaya
yang secara alami merupakan perbatasan antara Kabupaten Deli Serdang dan
Kabupaten Simalungun. Selepas itu, terdapat Kampung Juma Saran, salah satu
dusun di Desa Marubun Lokkung, yang hanya terdiri dari beberapa rumah. Kemudian
kami melalui sungai kecil Bah Guyap, lokasi perkebunan rakyat Siporkas, sungai
Bah Topu dimana terdapat lokasi pemandian pancuran dari mata air, serta
akhirnya Desa Marubun Lokkung di jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok. Sungguh
menyenangkan, akhirnya bisa melewati rute ini untuk pertama kali. MP