08 Februari 2012

So Inspiring Moment

Dalam perjalanan pulang dari Bogor, saya dan seorang teman, Permana, berboncengan di satu motor. Seorang teman lagi, Panjaitan, mengendarai motor seorang diri. Saya kebetulan memakai celana pendek. Di lampu merah menjelang Perumahan Yasmin Bogor beberapa pengendara motor berteriak, "Bapak dompet nya jatuh". Saya dan teman belum sadar diteriaki. Ketika sadar juga, saya tenang-tenang saja, karena di saku celana masih ada tonjolan. Saya pikir dompet aman. Beberapa saat kemudian saya baru sadar, yang tersisa di saku hanya sebungkus pembersih telinga. Dompet sudah tidak ada. Panik. Begitu sadar, saya langsung putar balik motor, mau mencari dompet tersebut di jalan. Seorang pengendara motor bilang, itu dompetnya dibawa supir angkot warna hijau. Saya segera mengejar angkot tesebut dengan meninggalkan Permana, sekitar 200 m terkejar. Langsung saya cegat dan bilang ke supirnya, "mana dompet saya pak". Pak Supir berkata: "itu dompet bapak?", saya jawab iya. Sambil mengucapkan terimakasih, saya memberi dia uang Rp 10.000 dari dalam dompet tersebut. Setelah meminggirkan motor, saya memeriksa dompet. Ternyata hilang 1 kartu ATM, 1 foto copy KTP yang sudah diplastiki dan 1 KTP saudara. Mungkin tercecer tadi. Terbayang susahnya mengurus itu semua. Dengan lesu saya kembali ke tempat semula menjemput Permana. Mengucapkan terima kasih kepada bapak di pinggir jalan yang tadi melihat kejadian itu. Panjaitan yang tertinggal di belakang baru datang, tidak tau apa yang terjadi. Kita infokan dia selintas. Iseng saya ajak Permana melawan arus lalu lintas mencoba mencari dokumen yang hilang, siapa tau ketemu. Sekitar 200 m saya melihat kertas putih yang dilipat di tengah jalan. Saya bilang ke Permana, itu foto copy STNK motor saya. Permana lalu turun dari motor, menunggu lalin lengang, dan mengambil kertas tersebut. Benar nama saya ada di sana. Tiba-tiba sekumpulan bapak-bapak (agak sangar:)) berteriak memanggil kami agak keras dari warung pinggir jalan. Mereka berkata, "Tadi kami melihat angkot itu mengambil dompet bapak. Lalu kami melihat KTP dan kartu ATM bapak tergeletak di jalan, kami pungut. Membaca nama di situ tertera Purba, (karena kami juga Batak) dengan semangat sesama, kami menugaskan seseorang mengejar angkot tersebut untuk mengambil dompet bapak, kalau supir tidak mau memberikan, paling tidak mencatat nomor plat angkot itu. Jadi sekarang kartu-kartu bapak dibawa teman itu mengejar angkot tersebut, bapak tunggu saja di sini. Saya segera sadar apa yang terjadi. Dengan cepat juga mengetahui bahwa warung itu adalah pangkalan (maaf) orang-orang Batak. Sebagian ada supir angkot yang sedang beristirahat, ada yang main catur, ada yang lagi asyik becerita dengan sesama. Sekali lagi mereka menceritakan alasan dan niat dari tindakan mereka. Saya segara mengatakan terima kasih dan bilang dompet sudah saya ambil dari supir. Seorang dari mereka mengatakan, segera telepon teman itu, nanti dia berdebat dan berantem dengan sang supir tentang keberadaan dompet tersebut. Seseorang memberikan nomor hand phone nya, dan saya menelopon dia, dan memintanya kembali ke warung. Sedari tadi saya berbicara dalam bahasa Batak Toba, mendengar ada yang berbicara Bahasa Batak Karo, saya juga memakai bahasa tersebut. Saya juga menjelaskan saya dari sub etnik Batak Simalungun, tapi bisa berbahasa ketiga sub etnik tersebut. Saya segera tau bahwa mereka-mereka yang di warung tersebut terdiri dari multi sub etnik: Toba, Karo, Mandailing, bahkan ada Simalungun yang mempunyai marga Purba juga. Kita segera berbicara hangat sambil minum kopi. Setelah ditelepon, Panjaitan datang bergabung. Pak Permana yang asli Sunda sampai geleng-geleng kepala menyadari peristiwa yang terjadi. Beberapa saat kemudian, bapak yang mengejar angkot tersebut, Hasibuan, datang dan mengembalikan kartu-kartu saya. Sembari mengucapkan terima kasih, saya menyelipkan uang Rp 50.000 di tangannya. Moral yang saya dapatkan dari peristiwa tersebut, saya sangat terharu akan rasa persaudaraan sesama Batak yang ditunjukkan bapak-bapak tersebut. Mungkin kita memandang peristiwa tersebut sebagai primordialisme, tapi mudah-mudahan rasa persaudaraan itu bisa terus terjaga di antara kita sesama warga bangsa. Hi Bataknese, be inspiring for the nation! Mauli ate. MP