27 Maret 2009

Opini : Bisakah Kita Lebih Maju Lagi ?

Secara umum, Orang Batak boleh berbangga hati dikaruniai Tuhan kepintaran, logika, kebijaksanaan, kemampuan berbicara dan kelebihan yang lain . Ini bisa dibuktikan dengan pengakuan dari teman-teman terhadap orang Batak ditempat kerja, yang mampu menyelesaikan masalah dengan cepat, lebih dari cara berpikir biasa. Tak heran kalau beberapa orang meng-idiomkan Batak dengan Banyak Taktik.

Tapi yang mengherankan adalah perekonomian sebagian keluarga-keluarga Orang Batak masih menyedihkan. Demikian juga keadaan di huta atau kampung orang Batak di Sumatera Utara, yang kadang kalah maju dari desa-desa di propinsi lain dari segi sarana dan prasarana (infrastruktur). Jumlah orang Batak yang menjadi pengusaha nasional di Indonesia juga masih bisa dihitung dengan jari.

Lalu mengapa ? Sudah pasti kita tidak bisa menjawabnya secara general, karena itu tergantung dari keadaan setiap individu atau keluarga. Tapi mungkin kita bisa meniru hal-hal baik yang telah dilakukan etnis atau bangsa-bangsa lain untuk memajukan taraf kehidupannya. Di dalam salah satu training tentang pengembangan diri yang diikuti penulis, sang pembawa makalah menerangkan beberapa hal yang harus dimiliki seseorang untuk bisa maju :

1. Pengetahuan atau knowledge
2. Keterampilan/Keahlian atau Skill : bagaimana mengubah pengetahuan dari hanya teori
menjadi nyata
3. Kemauan
4. Kesempatan

Hal-hal no 1-3 adalah berasal dari kita sendiri, sedang no. 4 lebih ditentukan keadaan dari luar (nasib ?), walaupun ada pepatah yang mengatakan dimana ada kemauan disitu ada jalan.

Menurut pendapat penulis, kita Orang Batak harus lebih mengembangkan diri lagi pada poin no. 2. Kita punya pengetahuan dan kebijaksanaan, mari ubah jadi keahlian yang bisa dijual. Untuk poin no. 3 mungkin harus dibarengi dengan keberanian untuk mengambil resiko (risk taker), tapi bukan berarti berjudi.

Dengan demikian kita akan bisa berubah dari “salary man” menjadi “enterprenaur”, yang bisa menopang perekonomian keluarga, masyarakat dan Negara. Semoga orang Batak tidak hanya dikenal sebagai (dengan tidak merendahkan profesi tersebut) Tukang Tambal Ban, Supir Metromini, Pengacara, Guru, dsb, tetapi bisa menguasai perekonomian dunia seperti Bangsa Yahudi. MP.

25 Maret 2009

Opini : Bangga Dengan Marga Kita



Judul blog internet ini adalah “Keluarga Purba Sigumonrong”. Dinamakan demikian karena Purba Sigumonrong adalah marga lengkap keluarga kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita cukup menyebut marga kita sebagai Purba. Sigumonrong adalah salah satu bagian (sub marga) dari Purba, disamping bagian-bagian lain seperti Purba Pakpak, Purba Tambak, dan lain lain.

Orang Batak boleh bangga dengan marganya, karena ini menggambarkan keluarga, keturunan nenek moyang (popparan) dan pengelompokan dalam masyarakat. Dengan adanya marga, seseorang akan diketahui asal-usulnya dan hubungannya (relasi) dengan marga yang lain kalau ada. Sedikit banyaknya, masyarakat lebih teratur.

Beberap suku lain juga menggunakan marga dengan penyebutan yang berbeda-beda, seperti Nama Keluarga, Fam (Ambon dan Manado), Suku (Minangkabau), dll. Kita mengenal Leimena dari Ambon, Sondakh dari Minahasa, Tumanan dari Toraja, Kondologit dari Papua, Habibie dari Pare-pare dan Chaniago dari Sumatera Barat. Beberapa suku lain tidak menggunakan nama keluarga secara baku seperti teman-teman dari Jawa dan Sunda, tetapi sebagian menggunakannya dengan memakai nama orang tua atau kakek. Kebanyakan marga atau nama keluarga tersebut diturunkan dari pihak Ayah (patrileneal), walaupun ada juga dari pihak Ibu (matrilieneal).

Bangsa-bangsa lain juga menggunakan nama keluarga. Kita mengenal Watanabe di Jepang, Tan di China ataupun Bush di Amerika. Orang Jepang kalau bertemu akan memanggil nama marga satu sama lain (Watanabe-san). Orang-orang barat juga akan memanggil nama keluarga (family name) untuk sebutan resmi (Mr.Bush, Mrs.Bush, General Powel atau Secretary Clinton). Nama depan (first atau given name) hanya digunakan untuk panggilan di dalam keluarga dan berteman (George, Laura, Colin atau Hilary).

Marga bagi Batak menunjukkan langsung asal-usul nenek moyangnya, yang kebanyakan bergelar raja. Khusus di Toba, setiap generasi akan diberi nomor sehingga akan diketahui generasi keberapa seseorang dibandingkan dengan nenek moyang awal yang mempunyai atau memakai marga tersebut. Di Simalungun hal tersebut tidak dipakai. Ada yang mengatakan bahwa marga-marga si Simalungun lebih dekat kaitannya dengan asal-usul kampung dibandingkan dengan asal-usul keturunan nenek moyang. Beberapa marga dibagi jadi beberapa bagian seperti Saragih Simarmata, Saragih Sumbayak, dan lain lain; dan beberapa marga dikelompokkan jadi satu seperti marga Purba, Simamora dan Manalu di dalam Toga Simamora. Di hampir semua suku dan bangsa tidak mengizinkan perkawinan sesama marga.

Khususnya untuk kita Simalungun, mungkin ada beberapa hal baik yang bisa kita pelajari dari Toba mengenai silsilah keturunan. Kita harus lebih mempelajari lagi sejarah nenek moyang kita, mulai dari Bapak, Oppung Gotong, Oppung Nono dst, dan mulai sekarang ke depan mulai mendokumentasikan sejarah keluarga kita. Dengan demikian, sampai generasi-generasi selanjutnya, anak cucu kita tetap akan tau silsilah mereka. MP.

24 Maret 2009

Opini : Pentingnya Pendidikan Tinggi


“Hugogo pe maccari arian nang bodari, naeng passikolahon gellengki” adalah penggalan dari lagu Anakkonhi Do Hamoraon Di Au Karya Guru Nahum Situmorang. Lagu tersebut menggambarkan bagaimana di dalam budaya orang Batak bahwa "Anak dan Pendidikan" adalah hal yang terutama, lebih dari harta, mas ataupun berlian.

Untuk kita masyarakat dari desa/kampung, selama ini pengertian bersekolah mungkin hanya jika menamatkan pendidikan menengah atas (SMA sederajat). Bahkan pemerintah RI baru mewajibkan warganya mengikuti pendidikan menengah pertama melalui wajib belajar sembilan tahun (SD-SMP).

Sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi keluarga dan didukung oleh kemauan, kemampuan dan kesempatan yang ada, warga kampung juga sudah mulai menikmati pendidikan tinggi sekarang ini (Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, Politeknik, dsb). Memang masih ada sedikit keraguan ditengah masyarakat, terutama mengenai biaya dan lapangan pekerjaan yang tersedia dan mampu diraih setelah lulus kelak.

Dengan segala kekurangan yang ada, beberapa generasi penerus Purba Sigumonrong dari Togur (khususnya keturunan Alm Oppung St. Eli Purba) telah menempuh beberapa pendidikan tinggi. Berikut beberapa yang bisa kami sebutkan :


1. Jonni Purba, S1 Agronomi dari Fak. Pertanian Univ.Pattimura (UNPATTI), Ambon
2. Hendra Putera Purba, S1 Theologia dari Fak. Theologia Univ.Kristen Duta Wacana (UKDW),
Yogyakarta
3. Mikael Purba, S1 Teknik Perkapalan dari Fak. Teknik Univ.Pattimura (UNPATTI), Ambon
4. Triwati br Purba, S1 Pendidikan Agama Kristen dari Institut Teknologi Abdi Sabda (ITAS),
Medan
5. Hernawati br Purba, D3 PGSD dari Universitas Negeri Medan (UNIMED)
6. Rosdelina br Purba, D3 Managemen dari Akademi Pimpinan Perusahaan (APP), Jakarta
7. Juli Elnatan Purba, D3 Teknik Mesin dari Politeknik Trisila Dharma, Jakarta
8. Eli Hakim Purba, D3 Teknik Listrik dari Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Jakarta
9. Ratnawati br Purba, D1 managemen dari Akademi Swasta, Bekasi
10.Advice Father Purba, sedang menyelesaikan Tugas Akhir S1 Telekomunikasi di Sekolah
Tinggi Telkom (STT Telkom), Bandung
11.Eka Magdalena br Purba, sedang mengikuti pendidikan di Sekolah Bibelvrouw HKBP,
Laguboti
12.Ermanus Saragih (hela), D3 PGSD dari Universitas Negeri Medan (UNIMED)

Yang lebih membanggakan, salah satu parmaen dari keluarga ini (Ny.Hendra Purba – Ratna br Saragih Sumbayak) telah menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana (S2) dan diharapkan dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi (S3).

Hal tersebut di atas telah membaggakan keluarga, walaupun sebelumnya kita telah bangga juga karena beberapa "generasi sebelumnya" juga mampu menyelesaikan pendidikan menengah atas (SGB, KPG, SPG, SMA, dsb). Diharapkan jika masih ada kemampuan dan kemauan, tradisi pendidikan tinggi ini terus dapat dilanjutkan. Semoga ilmu yang didapat bisa diaplikasikan di tengah keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, umat manusia, dan yang paling utama adalah untuk kemulian nama Tuhan. MP.

22 Maret 2009

Dimanakah Marubun Lokkung dan Togur itu ?

Seperti tertera di kata pengantar, blog ini terutama dikhususkan untuk menginformasikan semua hal tentang Keluarga Purba Sigumonrong, khususnya dari Kampung Marubun Lokkung dan Togur. Lalu dimanakah letak kedua kampung itu ? Informasi di bawah ini mungkin sedikit bisa membantu.

Letak Geograpis

Desa Marubun Lokkung dan Togur terletak disebelah tenggara Kota Medan, dipinggir jalan lintas Lubuk Pakam-Seribu Dolok. Jarak dari Medan sekitar 80 km, dari Lubuk Pakam 50 km dan dari Seribu Dolok sekitar 60 km.

Tata Pemerintahan

Sebelum 2002, kedua kampung tergabung dalam satu Desa, yaitu Desa Marubun Lokkung saja. Tapi sejak 2002 Desa Togur memisahkan diri dari desa induk. Desa Marubun Lokkung terdiri dari kampung Marubun Lokkung sendiri, Juma Saran, Bangun Baru (Tulpang dan Pulo Raya) serta Parlindungan. Desa ini sekarang dipimpin oleh Kepala Desa Sintarajin Purba Sigumonrong. Sementara Desa Togur terdiri dari Kampung Togur, Batu Holing dan Urung Dolok, dipimpin oleh Jonni Purba Sigimonrong. Keduanya berkecamatan di Kecamatan Dolok Silau dengan ibu kota Saran Padang dan berkabupaten di Kabupaten Simalungun dengan ibo kota Pematang Raya, Propinsi Sumatera Utara.

Walaupun Marubun dan Togur bagian dari Simalungun, namun keduanya menyempil dan diapit oleh dua kabupaten lain, yaitu Bah Gerger di Kabupaten Serdang Bedagai dan Sipinggan di Kabupaten Deli Serdang. Wilayahnya hanya sekitar sepanjang 8 km di sepanjang jalan lintas Lubuk Pakam-Seribu Dolok. Secara tradisi, mungkin daerah ini lebih kepada daerah perpanjangan Simalungun dari arah Silou Kahean/Negeri Dolok.

Transportasi

Dari propinsi lain kita dapat memasuki Propinsi Sumatera Utara melalui Bandara Polonia di Medan atau Pelabuhan Laut di Belawan. Ada puluhan penerbangan tiap hari ke Polonia dari Jakarta, Batam, Banda Aceh, Padang maupun dari luar negeri. Pelabuhan Belawan juga disinggahi oleh kapal-kapal PELNI setidaknya sekali dalam seminggu dari Jakarta, Batam atau Tanjung Balai Karimun. Ada juga jasa layanan kapal cepat ke negara tetangga Malaysia (Penang, Port Dickson). Dari Medan atau Belawan menuju Terminal Terpadu Amplas di perbatasan Tanjung Morawa-Medan, kemudian kita naik angkutan umum ke arah timur menuju Lubuk Pakam (turun di Terminal atau di Timbangan, Lubuk Pakam). Ongkos Medan-Pakam sekitar Rp 5.000 dengan waktu tempuh 30 menit melewati jalan lintas Sumatera. Kalau Bandara Kuala Namu sebagai pengganti Bandara Polonia nantinya sudah dioperasikan, jarak tempuh ke Lubuk Pakam akan lebih cepat karena jarak Kuala Namu-Lubuk Pakam sangat dekat. Lubuk Pakam adalah ibu kota Kabupaten Deli Serdang.

Dari Lubuk Pakam kita dapat naik angkutan umum pedesaan Lubuk Pakam-Gunung Meriah atau Lubuk Pakam-Seribu Dolok, langsung turun di tempat. Berturut-turut akan dilewati Batu Lapan/Merbabu, Pertigaan Tanah Abang (ambil jurusan ke kanan), Jaharun, Tanah Merah, Sungai Karang, Sungai Putih, Petumbukan, Simpang Sialang, Bangun Purba, Bangun Purba Lama, Simpang Sikalue, Sibaganding, Mabar, Sungai Buaya, Silindak, Tarean, Pasimbirong, Sulpa-sulpa dan Bah Gerger. Waktu tempuh sekitar 1,5 jam dengan ongkos Rp 10.000, melalui pemandangan perkebunan sawit dan karet yang indah dan jalan sedikit berliku. Jalanan sudah diaspal walaupun disana sini ada sedikit rusak. Angkutan umum terakhir berangkat jam 5 sore. Tapi seandainya kita terlambat, bisa juga naik angkutan umum Medan Amplas-Silindak, dilanjutkan dengan naik ojek atau RBT dari Silindak.

Kita juga bisa mencapai Marubun dan Togur dari arah sebaliknya. Di jalan raya Pematang Siantar-Kabanjahe, berbelok kekanan di Seribu Dolok. Kita akan melewati Paribuan, Saran Padang, Gunung Paribuan, Gunung Manumpak, Gunung Meriah, Marjandi, Pintu Angin, Tanjung Bayu dan Sipinggan. Karena medan yang bergunung dan kondisi jalan yang lebih jelek, jarak tempuh akan lebih lama, sekitar 2 jam. Tapi pemandangan yang disuguhkan sungguh indah dengan melewati perkebunan sayur mayur, sawah betingkat seperti di Gianyar Bali, serta beberapa kali memotong sungai besar, hulu Sungai Buaya yang berujung sebagai Sungai Ular menuju Selat Malaka.

Marubun juga bisa dicapai dari arah Negeri Dolok lewat jalan sederhana melalui Dolok Marawa, lokasi pariwisata Tinggi Raja, Bahoan, Pulo Raya dan Tulpang. Dari Tiga Juhar bisa juga dicapai dengan sepeda motor melalui Parsikkean dan Juma Saran.

Kondisi Sosial

Kampung Marubun Lokkung kadangkala dibagi atas Marubun Suah, Marubun Pamatang (Tiga) dan Marubun Luan. Beberapa masyarakat juga mengelompokkannya atas sebelah kiri jalan (seberang los-pasar) dan sebelah kanan jalan (los-pasar). Penduduknya berjumlah sekitar 100 KK. Kebanyakan penduduknya bermarga Purba Sigumonrong, Purba-purba yang lain seperti Pakpak dan Tambak, Saragih Simarmata dan Damanik. Karena masyarakat sudah berbaur dengan suku-suku lain dan tempatnya yang ada di perbatasan, penduduk juga mengerti bahasa-bahasa yang lain seperti Toba dan Karo disamping Bahasa Simalungun. Dialek Bahasa Simalungunnya sendiri agak kasar jika dibandingkan dengan di daerah lain seperti Negeri Dolok dan Pematang Raya. Sementara Togur terdiri dari Tugur Suah, Togur Pasar,Togur Bagas dan Huta Galuh. Kampung lama Togur ada di Huta Lama, diseberang lembah kampung yang sekarang.

Kebanyakan penduduk kedua desa adalah penganut Kristen Protestan yang taat. Di Marubun ada satu gereja Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) dan satu lagi di Togur. Keduanya termasuk dalam Ressort Marubun Lokkung, Distrik IV Medan dan berpusat di Pematang Siantar. Sending Kristen telah masuk ke daerah ini sejak tahun 1910-1920, termasuk dibawa oleh beberapa Pendeta Jerman yang bertugas di Simalungun. Disamping Kristen, ada juga beberapa penduduk yang beragama Islam. Ada satu mesjid di Marubun Lokkung.

Pendidikan

Di Marubun Lokkung terdapat 2 SD Negeri (penduduk menyebutnya “SD Negri” dan “SD Inpres”). Untuk SMP dan SMA anak anak harus bersekolah di daerah lain seperti Marjandi, Silindak, Bangun Purba, Galang, Lubuk Pakam atau Medan. Ada yang menempuh pulang pergi ada juga yang kost. Dulu ada satu SMP swasta, SMP Silou, di Marubun, tapi sudah tutup sekarang. Beberpa putra desa juga telah menamatkan pendidikan tinggi D3, S1 dan S2. Salah satu masalah sosial di desa ini adalah banyaknya lulusan sekolah yang pulang kembali ke kampung, sementara opini di masyarakat lulusan sekolah harus menjadi PNS atau karyawan perusahaan.

Perekonomian

Pekerjaan utama penduduk adalah petani. Komoditas utama adalah karet dan sawit lewat perkebunan rakyat. Rata-rata setiap keluarga memiliki sedikit areal perkebunan. Mereka juga menanam padi di sawah dan ladang bepindah, hanya saja produksi beras kadang tidak menutupi kebutuhan keluarga, sehingga setiap rumah tangga masih membeli beras tambahan. Di selang-seling padi, penduduk menanam cabai, labu, timun dan bayam. Tanaman padi biasanya dilanjutkan dengan tanaman keras seperti karet dan sawit. Diantara perkebunan karet dan sawit penduduk menanami durian, petai, jengkol dan kelapa. Desember-Februari merupakan musim durian setiap tahunnya. Penduduk juga menyadap aren untuk diambil air nya menjadi minuman “tuak” atau membuat “gula merah”. Kopi cokelat atau kakao juga mulai ditanami penduduk. Daun rumbia dibuat jadi atap rumah dan bambu dianyam jadi dinding rumah.

Disamping sebagai petani, ada juga penduduk yang menjadi pedagang atau panggalas, PNS seperti guru dan bidan serta karyawan perusahaan. Beberapa anak desa merantau ke daerah dan negara lain.

Untuk keperluan jual beli, sejak dahulu telah diadakan pasar (Tiga atau Pekan) setiap hari Selasa. Penduduk juga berbelanja ke Bangun Purba, Petumbukan, Lubuk Pakam dan Medan. MP.

Berita Pernikahan : Tondongni Jonni Purba (Neus Sipayung dan Kristin)








Sungguh berbahagia Jakarneus Sipayung (Neus) dapat mewujudkan pernikahannya dengan wanita pilihannya pada hari Sabtu, 14 Maret 2009 di Yogyakarta. Neus adalah anak kedua dari Bapak Maknur Sipayung/Inang br Barus dari Desa Sungai Buaya, Serdang Bedagai, Sumut. Bapak Sipayung adalah salah satu Tulang dari Jonni Purba Sigumonrong dari Marubun Lokkung.

Neus beruntung dapat menyunting Putri Jawa, Kristin P dari Yogyakarta. Kristin adalah anak bungsu dari empat orang putra/putrid Bapak/Ibu Hartanto. Keduanya bertemu ketika kuliah di Univ. Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Mereka sekarang sedang bekerja di perusahaan yang berbeda di Pulau Kalimantan.

Untuk memeriahkan acara ini keluarga lengkap Sipayung dari Sungai Buaya beserta Tondongnya Marga Barus, beberapa keluarga Sigumonrong dari Marubun (selaku boru) beserta borunya dan Boru dari Bekasi Marga Simanjuntak datang ke Jogja. Beberapa angora rombongan berangkat dati Jakarta tanggal 11 Maret 2009 naik kereta api dari Stasiun Jatinegara. Rombongan kedua berangkat dari Jakarta tanggal 12 Maret 2009 juga naik kereta api dari Stasiun Pasar Senen, setelah sebelumnya mendarat di Bandara Soekarno Hatta dari Medan menumpang pesawat Lion Air. Rombongan terakhir berangkat dari Jakarta tanggal 13 Maret 2009 menggunakan mobil melewati jalur selatan Jawa Barat dan Tengah : Tol Purbaleunyi-Bandung-Tasikmalaya-Wangon-Kebumen-Purworejo-Jogja.

Acara dimulai pada tanggal 13 Maret 2009 dengan acara lamaran/seserahan. Keluarga Sipayung datang ke keluarga Hartanto untuk secara resmi melakukan acara lamaran. Jonni Purba mewakili Sipayung mengucapkan kata-kata lamaran. Keluarga Hartanto kemudian menyerahkan putrinya untuk di sunting keluarga Sipayung. Acara ini kalau di Simalungun mungkin sama dengan acara Maralop Boru atau Nganting Manuk di Karo. Acara ditutup dengan ibadah.

Pada tanggal 14 Maret 2009 pukul 08:30 WIB acara pemberkatan dilakukan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wanabrajan, Yogyakarta. Acara gereja begitu khikmat diiringi dengan musik tradisional, paduan suara jemaat gereja dan paduan suara keluarga mempelai pria. Mempelai pria mengenakan jas hitam dan mempelai wanita mengenakan gaun putih. Setelah acara sungkeman kepada kedua orang tua mempelai, acara diakhiri dengan Pencatatan Perkawinan di Kantor Catatan Sipil.

Pukul 12:00-14:00 acara resepsi dilakukan di Gednung Manggala (dekat Stadion Manggala Krida, Yogyakarta). Keluarga perempuan dan pria mengenakan pakaian adat Jawa lengkap dengan blangkon dan keris. Sungguh bangga melihat keluarga Batak berbusana Jawa. Acara diawali dengan prosesi masuk gedung dilanjutkan dengan menerima ucapan selamat dari tamu-tamu yang hadir, diselingi dengan acara hiburan dari biduan dan tamu-tamu yang hadir. Malam harinya acara dilanjutkan di rumah dengan memperkenalkan/menyerahkan masakah khas Simalungun Manuk Binatur kepada keluarga Jawa yang baru.

Acara ditutup dengan rekreasi bersama ke Alun-alun Yogyakarta, Pantai Parangkritis, Candi Borobudur di Magelang beserta Candi Prambanan. Semoga Neus dan Kristin jadi keluarga yang berbahagia. MP.

21 Maret 2009

Syukuran Keluarga Untuk Pentahbisan Pendeta Hendra Purba, Ssi





Untuk mengucap syukur atas telah ditahbiskan nya salah satu anggota keluarga Sigumonrong dari Togur (Pdt Hendra Purba, Ssi) jadi pendeta HKBP pada tanggal 8 Maret 2009, keluarga besar mengadakan acara syukuran sederhana pada hari Senin pagi, 9 Maret 2009. Acara dilakukan di rumah Bapa Uda A. Simanjuntak/br Sipayung (pariban) di Babelan Mas Permai, Kebalen, Bekasi, Jawa Barat.

Acara didahului dengan menyerahkan ayam yang telah disusun (Manurdukkon Manuk Nabinatur) kepada pendeta yang baru dilantik oleh Jonni Purba/Bapa Uda Simanjuntak dan oleh Sigumonrong kepada Tondongnya Sipayung dan Tondong ni Tondong Saragih Simarmata. Todong juga menyerahkan oleh-oleh kepada panogolannya yang baru dilantik.

Kemudian acara dilanjutkan dengan ibadah sederhana dan pemberian nasehat dari semua yang hadir dimulai dari Suhut, Tondong, Pariban dan Boru.

Nikmat sekali rasanya Manuk Nabinatur yang dimasak lengkap "Tasak Tolu" termasuk "namatah/na i sikkami", yang langsung dioleh oleh ahlinya dari Marubun Lokkung Kela Sarimin Saragih (Bapak Japet).

Tuhan memberkati. MP.




Darmawisata ke Pantai Anyer






Hari Minggu 8 Maret 2009 sehabis mengikuti ibadah di HKBP Serang, Banten, beberapa rombongan Purba Sigumonrong beserta Pariban dan Tondongnya berdarmawisata ke Pantai Anyer, Banten.

Rombongan berangkat dengan dua mobil. Pantai yang dipilih adalah pantai disamping Hotel Nuansa Bali. Cuaca begitu cerah dan angin berhembus segar.

Sebagian besar menyempatkan diri untuk mandi di air laut dan bermain ski, seperti Jonni, Oppung Juntak, Hakim, Advice, Benni dan Lomo. Tidak lupa juga Oppung Nyonya Juntak, Ratna dan Bertha. Dasar orang gunung ketemu laut !

Sementara yang lain seperti Hendra, Mikael, Kela Bapak Japet dan Oppung Sipayung Sungai Buaya asyik berdiskusi sambil makan kue Bika Ambon dan minum kopi.

Semoga segar kembali dalam mengikuti tugas sehari-hari. MP.

20 Maret 2009

Berita Duka Cita : Jaya Purba

Keluarga besar Purba Sigumonrong Marubun Lokkung sekitarnya berduka karena salah satu tokohnya meninggal dunia. Jaya Purba Sigumonrong, meninggal pada tanggal 12 Maret 2009 lalu di Medan karena penyakit yang dideritanya. Dimakamkan pada hari Sabtu 14 Maret 2009 di Marubun Lokkung. Jaya Purba meninggalkan satu isteri boru Hutagaol dan 4 orang anak laki-laki. Dia merupakan putera dari Bapak Alm Pester Purba/Inang br Saragih.

Semoga Tuhan memberkati keluarga yang ditinggalkan. MP

Pentahbisan Pendeta Sigumonrong Pertama Dari Marubun Lokkung


Keluarga besar Sigumonrong khususnya dari Marubun Lokkung dan Togur sekitarnya boleh berbesar hati, setelah salah satu putera terbaiknya ditahbiskan jadi Pendeta yang pertama dari keluarga ini. Calon Pendeta Hendra Putra Purba, Ssi ditahbiskan sebagai pendeta HKBP oleh Ephorus HKBP Pdt.Dr.Bonar Napitupulu bersama pimpinan HKBP lainnya pada hari Minggu, 8 Maret 2009 di HKBP Cilegon & Serang, Propinsi Banten. Hendra ditahbiskan bersama dengan 45 orang calon pendeta lainnya. Turut menghadiri pelantikan beberapa Praeses, Pendeta, warga jemaat seperti Bapak Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Panjaitan dan Ibu, beserta seluruh keluarga calon pendeta yang ditahbiskan.

Hendra adalah putra Marubun Lokkung kelahiran Sungai Buaya, Kab Serdang Bedagai tahun 1973. Dia merupakan lulusan Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, 2002. Sejak tahun 2005 menjalani vikar pendeta di Kantor Pusat HKBP, Pearaja, Tarutung. Selama kuliah dia aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan theologia, termasuk Pertukaran Mahasiswa Sedunia di Taize, Perancis, 1998. Dia juga merupakan putera kesayangan dari Bapak Alm St.Z. Purba Sigumonrong (mantan Pengantar Jemaat GKPS Marubun Lokkung) dan Alm Ibu S br Sipayung. Telah berkeluarga dengan Inang R br Saragih Sumbayak, Msi dan dikaruniai seorang putera. MP.

Berita Kelahiran di Keluarga Juli Purba/br Sembiring

Telah lahir seorang anak perempuan di tengah keluarga Juli Elnatan Purba dan Br Sembiring pada hari Selasa, 17 Maret 2009 di Klinik Bersalin Yoshua, Lubuk Pakam, Deli Serdang. Anak ini merupakan anak pertama ditengah keluarga tersebut.

Keluarga Juli Purba berasal dari Desa Togur, Kec. Dolok Silau, Kab. Simalungun, adalah anak ketiga dan parmaen dari Kel. St. Johannes Purba/Br Saragih Jawak.

Horas ! Selamat Datang Di Era Internet

Horas hubanta haganupan !

Keluarga Purba Sigumonrong di internet. Mungkin ini adalah hal baru bagi kita, setelah sebelumnya bertukar informasi melalui media lain : Gereja, Arisan, Tuppuan Keluarga, dll.

Dengan internet ini, informasi mengenai keluarga kita akan lebih sebat dipublikasikan diantara kita semua.

Diharapkan partisipasi kita semua dengan mengirimkan berita, saran atau kritik ke editor di mikeprb@hotmail.com .

Selamat menikmati.

Mikael Purba
Jakarta