04 September 2013

Berkunjung ke Kampung Lokkung, kampung asal Purba Sigumonrong Yang di Marubun Lokkung 

Salah satu kampung tempat marga Purba Sigumonrong berada (native) adalah di Desa Marubun Lokkung dan kampung-kampung sekitarnya, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera. Terdapat puluhan Keluarga Sigumonrong di sini, dan dulu mereka mempunyai beberapa Pangulu (semacam Kepala Desa) dan 1 Pangulu Hoop (semacam Raja Kecil). Desa Marubun Lokkung sendiri berada di Simalungun Jahe-jahe (bawah), di ujung barat laut Kabupaten Simalungun, berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai atau Kabupaten Karo di kejauhan.

Lalu dari mana keluarga Sigumonrong ini berasal? Menurut cerita, mereka berasal dari Kampung Lokkung, Nagori (Desa) Dalig Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Konon dari Kampung Lokkung mereka merantau mencari lahan perkampungan/pertanian yang lebih luas ke arah Simalungun bawah. Pertama-tama mereka merantau ke Kampung Cingkes, sekarang Nagori (Desa) Cingkes, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun. Kampung ini dekat dengan ibu kota kecamatan, Saran Padang. Dari sini sebagian merantau lagi ke daerah lebih hilir, Kampung Marubun tadi. Mungkin karena mereka berasal dari Kampung Lokkung tadinya, mereka mengubah nama Marubun menjadi Marubun Lokkung tadi.

Walaupun demikian penulis dan sebagian besar keluarga Sigumonrong di Marubun Lokkung belum pernah berkunjung ke Kampung Lokkung. Beruntung, salah satu botou (saudara perempuan) kami boru Purba Sigumonrong, Eka Magdalena, menikah dengan calon lae (ipar laki-laki) kami marga Haloho, dari Kampung Lokkung. Kebetulan pemberkatan gereja dan acara adat dilakukan di kampung tersebut tanggal 3 September 2013 lalu. Maka disusunlah rencana perjalanan sekaligus napak tilas.

Perjalanan dimulai dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Jakarta pada tanggal 2 September 2013 pukul 21:00 WIB, dengan menumpang pesawat Airbus A-320 Indonesia Air Asia. Saya dan sepupu, Adi Purba, mendarat di Bandara Kuala Namu Deli Serdang yang baru sekitar tengah malam. Setelah beristirahat sebentar di ibu kota Kabupaten Deli Serdang, Lubuk Pakam, kami menuju rumah keluarga di Galang, Kecamatan Galang, masih di Deli Serdang.

Pukul 05:00 rombongan keluarga telah siap berangkat dengan beberapa mobil. Penulis memutuskan berangkat dengan sepeda motor supaya lebih bebas. Keluarga dari Marubun Lokkung, Togur dan Negeri Dolok juga mulai berangkat dengan mobil dan sepeda motor. Kami terus berkomunikasi dengan telepon seluler antara rombongan.

Setelah mengisi bensin di Ujung Kampung, Galang, saya berkendaraan pelan menyusuri kebun karet dan sawit ke arah selatan, melewati Simpang Kotari. Walaupun kondisi jalan gelap tanpa penerangan, tapi kondisi aspal jalan cukup bagus dan sesekali bertemu pengendara lain. Ketika hujan gerimis datang, penulis terpaksa berhenti sebentar, sampai hujan reda. Setelah melewati titi bosi (jembatan baja) Sungai Ular, saya memasuki wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, melewati Kota Dolok Masihol serta persimpangan ke Negeri Dolok. Perkebunan rakyat terhampar di sisi kiri-kanan jalan. Sekitar pukul 07:00 saya sudah memasuki Kota Tebing Tinggi, salah satu kota besar yang dipimpin walikota di Sumatera Utara. Kota ini ditandai oleh pabrik pengeringan karet. Melewati persimpangan ke Sindar Raya, saya meneruskan perjalanan kembali ke Selatan, kembali memasuki wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kali ini perkebunan negara yang menghiasi kiri-kanan jalan. Beberapa saat kemudian saya memasuki wilayah Kabupaten Simalungun, melewati beberapa lokasi perkebunan. Diantaranya adalah Bah Bajambi di mana pada 1993 silam pernah penulis kunjungi dalam rangka Kirab Remaja Nasional.

Akhirnya penulis memasuki Kota Pematang Siantar pada pukul 08:30, kota nomor dua di Sumatera Utara yang dipimpin oleh wali kota. Dulu kota ini adalah ibukota Kabupaten Simalungun sebelum dipindahkan ke Pematang Raya. Melewati pusat kota dan kompleks militer Dodikpur Rindam I/BB, berbelok ke kanan di Timbangan menuju arah Seribu Dolok. Penulis kemudian kembali memasuki wilayah Kabupaten Simalungun. Mobil minibus penumpang jurusan Kaban Jahe-Seribu Dolok-Pematang Siantar-Tanjung Balai terlihat beberapa kali melintas. Melewati Kampung Panei/Panei Tongah, Sirpang Sigodang, Sondi Raya, beberapa kampung dengan suku kata "Raya" dan akhirnya tiba di ibu kota Kabupaten Simalungun, Pematang Raya. Kota ini merupakan kota pendidikan di Simalungun dan tempat di mana injil Kristen mulai disebarkan di Simalungun pada tahun 1903 oleh penginjil Jerman, Pendeta August Theis.

Setelah mandi dan berganti baju di sebuah SPBU kecil, penulis kemudian sarapan mie gomak, gorengan dan the susu panas di Sirpang Dalig Raya. Sungguh nikmat, ditambah suhu udara yang sedang agak dingin. Penduduk terlihat menggiling kopi, menjemur pipilan jagung serata membuat keranjang dari bambu. Setelah berkendaraan sekitar 2 km, penulis berbelok kanan di Sirpang Pangaltoan. Penulis terlihat menanam kopi pendek (maaf, mereka menamakan Kopi Ateng atau Kopi Sibayar Utang  karena cepat panen). Tanaman lain yang menarik perhatian penulis adalah pohon aren, sepertinya pohon aren jenis genjah (pendek).

Setelah beberapa saat, penulis berbelok ke kiri sesuai arahan penduduk yang dilewati. Jalanan menurun, sepertinya baru ditraktor, melewati sungai. Di persimpangan jalan tadi sudah ada tambal ban dengan merek "Sigonrong", mungkin kependekan dari Sigumonrong. Tapi di mana Kampung Lokkung nya? Rupanya kampung tersebut berada di lembah (holbung), bukan di ketinggian bahu bukit atau dataran (hanopan) sebagai mana kampung di Simalungun biasanya berada. Lega rasanya akhirnya tiba tepat pukul 10:00 dan langsung mengikuti acara pemberkatan nikah di gereja GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) setempat.


Huta Lokkung i daerah Raya

Huta (kampung) Lokkung sendiri dihuni oleh beberapa keluarga. Walaupun marga Purba Sigumonrong sebagian berasal dari kampung sini, marga-marga penduduknya sendiri telah bercampur dengan marga lain. Kami menjumpai seorang bapak tokoh Sigumonrong dan seorang ibu boru Sigumonrong yang memberikan cerita tentang kampung ini. Di kampung ini terdapat satu sekolah SD, SD GKPS. Terasa damai di sini dan bangga bisa mengunjungi kampung asal Purba Sigumonrong yang kini berada di Marubun Lokkung sekitarnya.

Setelah selesai beberapa acara adat, kami dan beberapa keluarga dari Marubun Lokkung sekitarnya bersiap untuk pulang dengan rombongan sepeda motor. Sewaktu berangkat, mereka melalui rute Marubun Lokkung-Gunung Meriah-Saran Padang-Dolok Maraja-Lokkung, dengan kondisi jalan sangat jelek antara Gunung Meriah-Saran Padang. Kali ini kami berencanakan melalui Negeri Dolok.

Setelah melalui jalan tanah menanjak keluar dari Kampung Lokkung, kami berbelok ke kiri. Kami kemudian melewati Kampung Kariahan. Selanjutnya semacam petualangan adventure atau touring: jalan rusak, menurun, sedikit mendaki, sungai tanpa jembatan dan hutan. Kami bersusah payah melewatinya, kadang harus mendorong sepeda motor atau tergelincir. Sepertinya kami menuruni bukit atau anak gunung, berarti Kampung Lokkung tadi sebetulnya beranda di ketinggian.



Jalan Kariahan-Parapat Luan-Simanabun-Dolok Marawa-Bahoan-Pulu Raya-Bangun

Akhirnya kami tiba di Kampung Parapat Luan, wilayah Kecamatan Silau Kahean. Di kampung Simanabun, kame berbelok kiri memotong ke Dolok Marawa, tidak melewati ibu kota kecamatan Silau Kahean, Negeri Dolok. Lahan kiri-kanan jalan ditanami kelapa sawit dan karet oleh penduduk. Inilah pertama kali saya ke Simanabun dan Dolok Marawa ini.

Kami kemudian melewati lokasi wisata pemandian air panas/belerang Tinggi Raja, wisata alam berbasis vulkanik. Selanjutnya kami tiba di Kampung Bahoan. Melalui jalan yang sedang dibangun, kami melalui Kampung Pulu Raya, Bangun Baru, melewati Bah Banei dan akhirnya tiba di jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok. Sebagian berbelok ke kanan menuju Marubun Lokkung dan sebagian berbelok ke kiri menuju Togur. Jalan raya beraspal tersebut terasa sebagai jalan tol. Catatan: berikut beberapa yang ikut rombongan motor ini; Minsen Saragih, Jonni Purba, Raja Saragih, Jasa Saragih, Jonjuwi Saragih, Mutiara Ginting dan keluarga, Mawan Damanik. MP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon dituliskan komentar, saran atau kritik dari kita semua.