20 Agustus 2013


Jalan Raya Medan-Deli Tua-Tiga Jugar-Marjandi Gunung Meriah 


Saya telah menulis di blog ini sebelumnya tentang salah satu permasalahan di Desa Marubun Lokkung dan Togur. Masyarakat hanya bisa bergerak dan berinteraksi secara lancar di antara kampung-kampung dan kota-kota kecil sepanjang Jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok, dari atas ke bawah, dan sebaliknya. Secara matematika, pergerakan itu hanya dua arah sepanjang satu garis linear sepanjang sumbu x, bukan pergerekan empat arah di bidang koordinat x-y. Berbeda dengan desa-desa di Jawa, di mana penduduknya bebas bergerak ke utara, selatan, barat dan timur, dengan ukuran jalan yang sama besar di persilangannya. Jadi kehidupan penduduk, apalagi bagi kawula muda, lebih menarik dengan adanya pergerakan yang lebih bebas ini.

Kembali ke Marubun Lokkung dan Togur, memang di samping Jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok, ada lagi dua jalan raya sejajar di sebelah kiri dan kanan. Jalan-jalan tersebut adalah jalan raya Negeri Dolok-Simpang Kerapu-Dolok Masihol-Galang-Lubuk Pakam dan jalan raya Gunung Meriah-Marjandi-Tiga Juhar-Deli Tua-Medan. Akan tetapi tidak ada jalan menyilang yang layak yang bisa menghubungkan ketiga jalan tersebut di atas.

Untunglah, ada berita menggembirakan terakhir-terakhir ini. Negeri Dolok dan Marubun Lokkung telah terhubung secara menyilang dengan dikembangkannya Jalan Negeri Dolok-Dolok Marawa-Bahoan-Pulo Raya-Bangun Baru-Marubun Lokkung. Jadi untuk mobil dengan kemampuan tertentu (penggerak empat roda misalnya), tidak perlu lagi berputar melalui Galang.

Berita yang lebih besar lagi adalah telah diresmikannya jembatan Lau Luhung yang dilalui jalan raya Marjandi Gunung Meriah-Tiga Juhar-Deli Tua-Medan. Dengan demikian diharapkan masyarakat sekitar Gunung Meriah dan Marubun Lokkung mempunyai jalan akses yang lain ke Medan selain melalui Lubuk Pakam. Masyarakat Marubun Lokkung sekitarnya juga bisa beranjang sana ke Tiga Juhar. Penulis mau bercerita tentang jalan ini.

Di mulai dari kota Medan. Di sekitar Jalan SM Raja, ke arah selatan, kita mencari arah ke Deli Tua. Deli Tua adalah kota kecamatan dan sudah mulai masuk ke dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat di sini dan di kampung-kampung yang lain ke arah hulu kebayakan terdiri dari sub etnik Batak Karo, dan berbicara dalam Bahasa Karo. Terus ke hulu kita akan menemukan lokasi wisata pemandian Sungai Sibiru-biru. Jalan ini sebetulnya sejajar juga dengan jalan raya Medan-Pancur Batu-Berastagi-Kabanjahe, tetapi dibatasi oleh pegunungan/perbukitan dan lembah. Akhirnya kita tiba di kota Tiga Juhar, ibukota Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu. Di sini ada pertigaan, ke kiri/timur arah ke Kota Bangun Purba, dan terus ke arah Gunung Meriah. Terus terang, saya sendiri belum pernah menempuh jalur Medan sampai Tiga Juhar atau Tiga Juhar ke Bangun Purba ini.



Untuk rute Tiga Juhar-Gunung Meriah, baru kali ini juga saya melewatinya. Tapi kami mulai dari arah Gunung Meriah. Perjalanan kami mulai dari Desa Togur, bersama adik Juli Purba, mengendarai sepeda motor. Kami bergerak ke arah hulu/atas jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok, melewati Kampung Sipinggan Pasar, Tanjung Bayu, Pintuangin menyeberangi sungai Bah Buaya, Gunung Manuppak dan Marjandi Pamatang. Antara Kampung Togur dan Kampung Sippinggan terletak perbatasan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Deli Serdang. Kondisi jalan masih mulus, tapi ada longsor di kiri-kanan jalan. Jalanan berkelok di Pintuangin menjelang sungai Bah Buaya, mirip seperti jalanan di Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kami melewati beberapa bangunan gereja seperti gereja GKPS dan gereja GBKP.

Di Marjandi Pamatang, kami berbelok ke kanan, melewati Marjandi Tongah. Gedung SMP dan SMA negeri terdapat di sebelah kanan jalan. Kondisi jalan beraspal, terkelupas dibeberapa bagian. Kaki gunung terlihat ditanami kelapa sawit dan beberapa tanaman pertanian lain. Kondisi jalanan kemudian mendaki dan menurun, dengan kondisi jalan berbatu tanpa beraspal. Sungai-sungai kecil berbatu-batu yang jernih mengalir di kiri kanan jalan. Di kaki bukit, kami melihat beberapa penduduk memecah-mecah batu gunung yang besar dengan palu.

Kampung Tanjung Raja 

Kami melewati beberapa kampung di tepi jalan, tapi saya lupa nama dan urutannya, seperti Tanjung Muda, Tanjung Raja dan Tanjung Timur,. Ada sekitar dua jembatan di sungai kecil yang sedang diperbaiki. Akhirnya kami tiba di jembatan modern yang baru di resmikan, yang telah diidam-idamkan penduduk, jembatan sungai Lau Luhung. Konon, transportasi dan pengembangan jalan antara Gunung Meriah dan Tiga Juhar tidak bisa berkembang sebelumnya, karena jurang lembah Lau Luhung ini. Lau Luhung sendiri di dalam bahasa Karo berarti sungai lembah/palung, yang menggambarkan kedalaman lembah tersebut, yang mungkin lebih dari 100 m. Selama ini, hanya terdapat jembatan gantung berlantai papan di sana, yang hanya bisa dilalui orang, sepeda motor dan mobil kecil, sambil bergoyang. Dengan dibangunnya jembatan beton beraspal yang lebar ini, disertai pembangunan beberapa jembatan di sungai-sungai kecil, diharapkan jalan raya tersebut bisa diperbaiki. Rancangan jembatannya sendiri secara teknik sipil sangat bagus. Jika selama ini jembatan diperkuat dengan rangka baja atas, maka jembatan ini ditopang oleh rangka baja bawah.



Kami akhirnya memasuki kampung Durian Tinggung, Buluh Nipis, Parsikkean dan akhirnya kota Tiga Juhar. Tiga Juhar sendiri sudah cukup ramai, dengan bangunan pasar/los pekan terdapat di tengah kota. Transportasi mini bus ke kota lain serta becak motor terdapat di sini. Hari pasar atau pekan (dalam bahasa Karo disebut tiga) adalah hari Rabu. Kami kemudian makan mie goreng sambil beristirahat. Di sini terdapat taman wisata danau air panas Linting, semacam situ di Jawa Barat, tetapi airnya panas dari panas bumi.

Ketika mau pulang kami mengambil jalan pintas melalui Parsikkean-Juma Saran-Marubun Lokkung. Jalanan ini hanya bisa dilalui kendaraan sepeda motor, melalui perkebunan rakyat. Kami melalui lagi sungai Bah Buaya yang secara alami merupakan perbatasan antara Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun. Selepas itu, terdapat Kampung Juma Saran, salah satu dusun di Desa Marubun Lokkung, yang hanya terdiri dari beberapa rumah. Kemudian kami melalui sungai kecil Bah Guyap, lokasi perkebunan rakyat Siporkas, sungai Bah Topu dimana terdapat lokasi pemandian pancuran dari mata air, serta akhirnya Desa Marubun Lokkung di jalan raya Lubuk Pakam-Seribu Dolok. Sungguh menyenangkan, akhirnya bisa melewati rute ini untuk pertama kali. MP