25 Maret 2009

Opini : Bangga Dengan Marga Kita



Judul blog internet ini adalah “Keluarga Purba Sigumonrong”. Dinamakan demikian karena Purba Sigumonrong adalah marga lengkap keluarga kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita cukup menyebut marga kita sebagai Purba. Sigumonrong adalah salah satu bagian (sub marga) dari Purba, disamping bagian-bagian lain seperti Purba Pakpak, Purba Tambak, dan lain lain.

Orang Batak boleh bangga dengan marganya, karena ini menggambarkan keluarga, keturunan nenek moyang (popparan) dan pengelompokan dalam masyarakat. Dengan adanya marga, seseorang akan diketahui asal-usulnya dan hubungannya (relasi) dengan marga yang lain kalau ada. Sedikit banyaknya, masyarakat lebih teratur.

Beberap suku lain juga menggunakan marga dengan penyebutan yang berbeda-beda, seperti Nama Keluarga, Fam (Ambon dan Manado), Suku (Minangkabau), dll. Kita mengenal Leimena dari Ambon, Sondakh dari Minahasa, Tumanan dari Toraja, Kondologit dari Papua, Habibie dari Pare-pare dan Chaniago dari Sumatera Barat. Beberapa suku lain tidak menggunakan nama keluarga secara baku seperti teman-teman dari Jawa dan Sunda, tetapi sebagian menggunakannya dengan memakai nama orang tua atau kakek. Kebanyakan marga atau nama keluarga tersebut diturunkan dari pihak Ayah (patrileneal), walaupun ada juga dari pihak Ibu (matrilieneal).

Bangsa-bangsa lain juga menggunakan nama keluarga. Kita mengenal Watanabe di Jepang, Tan di China ataupun Bush di Amerika. Orang Jepang kalau bertemu akan memanggil nama marga satu sama lain (Watanabe-san). Orang-orang barat juga akan memanggil nama keluarga (family name) untuk sebutan resmi (Mr.Bush, Mrs.Bush, General Powel atau Secretary Clinton). Nama depan (first atau given name) hanya digunakan untuk panggilan di dalam keluarga dan berteman (George, Laura, Colin atau Hilary).

Marga bagi Batak menunjukkan langsung asal-usul nenek moyangnya, yang kebanyakan bergelar raja. Khusus di Toba, setiap generasi akan diberi nomor sehingga akan diketahui generasi keberapa seseorang dibandingkan dengan nenek moyang awal yang mempunyai atau memakai marga tersebut. Di Simalungun hal tersebut tidak dipakai. Ada yang mengatakan bahwa marga-marga si Simalungun lebih dekat kaitannya dengan asal-usul kampung dibandingkan dengan asal-usul keturunan nenek moyang. Beberapa marga dibagi jadi beberapa bagian seperti Saragih Simarmata, Saragih Sumbayak, dan lain lain; dan beberapa marga dikelompokkan jadi satu seperti marga Purba, Simamora dan Manalu di dalam Toga Simamora. Di hampir semua suku dan bangsa tidak mengizinkan perkawinan sesama marga.

Khususnya untuk kita Simalungun, mungkin ada beberapa hal baik yang bisa kita pelajari dari Toba mengenai silsilah keturunan. Kita harus lebih mempelajari lagi sejarah nenek moyang kita, mulai dari Bapak, Oppung Gotong, Oppung Nono dst, dan mulai sekarang ke depan mulai mendokumentasikan sejarah keluarga kita. Dengan demikian, sampai generasi-generasi selanjutnya, anak cucu kita tetap akan tau silsilah mereka. MP.