16 Juni 2009

Epistel Minggu 21 Juni 2009

The Lovingkindness of the LORD :
Menemukan alasan yang kuat untuk bersyukur


Oleh : Pdt Hendra P. Purba, S.Si

Sangat Perlu Memuji-muji Dia : Mengapa ?
Seseorang atau oknum dikenal dari sifat-sifatnya. Tidak sedikit seniman mempersembahkan hidupnya untuk berkarya seni religius setelah ia bertemu atau sadar sepenuhnya akan siapa TUHAN melalui sifatNya. Seolah-olah Dia membuka atau memberi tahukan siapa Dirinya kepada sang seniman tersebut melalui satu sifat yang dominan. Misalnya, Ludwig van Beethoven 1824 menuliskan syair lagu Joyful, Joyful, We Adore Thee (KJ No 3, Kami Puji Dengan Riang) : “Kaulimpahkan rahmatMu … lautan kasih”. Ia mengalami kasih atau rahmat TUHAN tak terbatas. Ia mengenal Allah sebagai Pengasih yang tak terbatas. Valerius 1626 dalam KJ No 15:1, We Gather Together bersyair : “… pujilah Dia, Pemurah benar”. Valerius mengenal TUHAN dari sifatNya yang “Pemurah benar”. Lantas mereka share pengalaman pengenalan tersebut kepada umat Allah hingga kini melalui syair lagu. Pengarang BE No 581:3, Sangap di Jahowa, juga sama halnya. Fanny J. Crosby 1875 mengatakan :”tung so hasuhatan holong ni rohaM”. Sekarang kita melihat bahwa mereka mempunyai alasan yang mendasar memuji-muji TUHAN. Kita sendiri perlu mewaspadai agar puji-pujian kita tidak kosong atau kebiasaan saja tanpa makna atau alasan yang kuat mengapa sangat perlu memuji-muji Dia di dalam jemaat (ayat 32).

Konteks Mazmur 107:33-43 adalah penindasan yang dialami umat TUHAN secara sistemik. Penindasan yang kolosal atau besar-besaran tersebut melatarbelakangi seruan-seruan minta tolong umat kepada TUHAN. Karena besar-besaran, maka Dia merasa wajib berintervensi demi kemerdekaan umatNya Israel dari penindasan. Pemazmur menyebutkan seruan minta tolong umatNya untuk dibebaskan sampai empat kali, yaitu pada ayat 6, 13, 19, dan 28. Setelah empat kali berseru-seru kepada TUHAN, pada akhirnya mereka mengalami sukacita. Sukacita dialami baru pada bagian akhir pasal 107 ini, yaitu pada ayat 30 dan 42. Ini cerminan pengharapan yang teguh dari umatNya akan pembebasan. Ada happy-ending pada pengharapan yang teguh. Pada bagian akhir pasal ini ada sukacita, mengapa mereka bersukacita?. Tentu sukacita mereka adalah sukacita kita juga kendatipun pada konteks yang berbeda. Bukankah sukacita itu bersifat universal? Bagaimana cara kita mengaktualkan mazmur ini? Dari sifat-sifat TUHAN, sifat apa yang menonjol pada pasal 107 ini?.

Orang Miskin DibentengiNya
Karena orang miskin dibentengiNya terhadap penindasan (ayat 41), maka orang-orang benar bersukacita (ayat 42). Kata “dibentengiNya” menunjuk pada perlindungan yang tidak tanggung-tanggung. Perlindungan yang sempurna. Ini bisa dibandingkan dengan kesaksian pengarang BE No 301:1 yang mengatakan bahwa “Debatangku sejaga ngolungkon … binaen ni basaMi”. Alkitab TL memberi terjemahannya : “orang papa diangkatNya dari dalam kesukaran”. Mengapa Ia membentengi orang miskin itu? Mengapa Ia mengangkat orang papa? Selain itu, mari kita lihat apa saja yang telah TUHAN buat terhadap umatNya pada ayat 33-43 sehingga kita dimampukanNya mengaktualkan mazmur ini!

a. Tanah gersang
Ayat 33-34 dihubungkan dengan peristiwa Sodom dan Gumora. Dosa-dosa sosial bisa berdampak pada kesuburan tanah. Dosa membawa kutuk. Bagaimana dengan lumpur panas di salah satu daerah di Indonesia ? Baru-baru ini bersama Kepala Biro Pembinaan HKBP Pdt Same Siahaan dan Freddy Simanjuntak kami menyempatkan diri melihat kolam renang dan lapangan tennis di Perkampungan Pemuda Jetun-Silangit. Kedua sarana olah raga ini sekarang gersang dan ditelan hutan atau rumput liar. (Sebagai otokritik, mengapa ini bisa terjadi ya?).

b. Padang gurun menjadi kolam air
Ayat 35 mengandung kesaksian bahwa di padang pasir dalam perjalanan umat Israel dari Mesir-Kanaan TUHAN menyediakan air kendatipun memang sulit didapat. Mereka terus mencari sumber atau pancaran-pancaran air di daerah yang sangat langka air. Tentu ini bukan spiritualitas tentang air : TUHAN dicitrakan sebagai sesuatu yang sangat sulit didapat/ditemukan. Atau tentang air yang menyucikan. Untuk umatNya air sungguh-sungguh ada atau tersedia. Tetapi harus terus dicari dan barangkali juga harus dihemat.

c. Lambang-lambang kesejahteraanAyat 36-37 mengandung lambang kesejahteraan : pendirian kota , menabur bibit, membuat kebun anggur, dan panen buah anggur. Ia membuat umatNya mengalami kesejahteraan. Mereka dibebaskan dari pembuangan Babel

d. Banyak anak dan banyak rejeki
Ayat 38 mengandung kesaksian dari pemazmur bahwa umatNya semakin banyak dan mereka semakin hidup sejahtera. Dalam PL jumlah ternak adalah lambang kesejahteraan. BerkatNya tidak tanggung-tanggung : “umatNya bertambah dengan sangat” (ayat 38).

e. Memperbaiki citra diri
Nampaknya Dia sungguh mengerti bahwa “orang-orang terkemuka” (ayat 40) dan “penindas” (ayat 41) itu yang menyebabkan citra diri buruk umatNya. Citra diri buruk/jelek memang adalah awal dari kehancuran dan degradasi yang lain. Kita juga bisa membandingkannya dengan anak-anak yang sering dicela maka ia akan menjadi minder. Oleh karena itu, Ia “menumpahkan kehinaan ke atas” (ayat 40) penindas tersebut. Perlindungan atau berkatNya memang tidak tanggung-tanggung. Tetapi ganjaranNya juga tidak tanggung-tanggung. Ia menumpahkan kehinaan, itu berarti banyak atau mengguyur seluruh hidup. Tiada lagi sisa yang tak hina.

Sampai di sini saya mencium atau membau ada sisa-sisa feodalisme pada ayat 40 yang datang dari : “orang-orang terkemuka, princes (Revised Webster Version), atau raja-raja (Alkitab Terjemahan Lama)”. Untuk kehidupan yang sejahtera umatNya Ia membasmi feodalisme. Feodalisme adalah salah satu kehinaan itu. Oleh karena itu, kita harus berdiri di pihak yang anti feodalisme di gereja.

Yang lain, saya melihat bahwa semua ini Ia lakukan untuk umatNya sebab Ia seorang gembala yang baik. Pemazmur sungguh mengerti akan hal tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari kata-kata dari mazmur ini, misalnya : “ padang , hewan-hewan dan kawanan domba”. Pemazmur mencitrakan TUHAN sebagai gembala. Karena Ia seorang gembala, maka Ia mengupayakan kesejahteraan domba-dombaNya. Ia gembala yang murah hati (ayat 43). Ia peka terhadap seruan umatNya. Ia prihatin terhadap penderitaan : penindasan, citra diri buruk, kejahatan dan kecurangan yang menimpa umatNya. Pada ayat 1 pemazmur menyaksikan : “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya”. Karena itu pemazmur mengajak umat untuk bersyukur (ayat 1), meninggikan dan memujui-muji Dia (ayat 32). Jadi, alasan mendasar pemazmur memuji-muji TUHAN adalah karena kasih setiaNya, the lovingkindness of the LORD, kemurahan TUHAN. Holy Bible NIV mengatakan (baca : menerjemahkan) bahwa kasih setiaNya adalah the great love of the LORD.

Kabar Baik
Kabar baik memang menyenangkan hati, menyemangati, menyehatkan, menyukacitakan, menegur dan seharusnya bisa dilakukan, bahkan harus dilakukan.

1. Kendatipun kita tidak melihat tanganNya dan belum mengerti cara kerjaNya, namun TUHAN tetap menggembalakan umat yang berseru-seru kepadaNya. Ia sangat peduli dengan pribadi, keluarga, etnis, maupun bangsa yang mengalami penindasan.

2. Pada ayat 43 perihal kemurahan Allah, nampaknya pemazmur merasakan dalam gema Kisah Penciptaan / Kejatuhan Manusia ke dalam Dosa (Kejadian 3:21) pada Tora : TUHAN tetap pemurah dan berbelas kasih.

3. Salah satu cara kita mengaktualkan mazmur ini adalah dengan cara menjadi orang yang berhikmat pada masa kini. Seperti pemazmur (ayat 42) kita harus mampu (atau mengembangkan kemampuan) melihat cara-cara TUHAN berkarya membebaskan orang miskin umatNya dari ketertindasan. Apakah pada masa kini kita bisa melihat (kemurahan) TUHAN sedang berkarya melalui gerakan people’s economy, ekonomi rakyat? Atau ada upaya lain, silakan!

4. Mari membasmi feodalisme di gereja! Kita sama di hadapan Tuhan. Di hadapan Tuhan tidak ada manusia VIP (Very Important Person). Tiada manusia dilahirkan lebih bermartabat. Kita tidak dipanggil untuk menguasai, melainkan melayani sesama. Feodalisme adalah kehinaan.

5. Apa yang telah dilakukan TUHAN di dalam pasal 107 ini seharusnya juga dilakukan oleh gereja, sebab gereja telah dipanggil untuk itu. Gereja dipanggil menjalankan fungsi kegembalaanNya. Gereja seyogianya “murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Lukas 6:36 ).

Semoga kita selalu mampu dan mau mengucap syukur. Amin.

Penulis melayani di Biro Pembinaan HKBP.