25 Mei 2009

Opini : Mengenal Sub Etnik Batak Simalungun di Sumatera Utara

Simalungun sebagai salah satu sub etnik dari etnik Batak di Sumatera Utara (Sumut) mendiami daerah Kabupaten Simalungun. Kabupaten ini semula beribu kota di Pemantang Siantar (kota no 2 terbesar di Sumut), sehingga orang Simalungun sering kali disebut sebagai orang Siantar. Sekarang ini, Ibu Kota Simalungun telah pindah ke Pematang Raya (sekitar 1 jam naik mobil ke arah barat Pematang Siantar), sementara Pematang Siantar sendiri fokus sebagai kotamadya.

Beberapa daerah di Simalungun yang terkenal adalah Siantar, Pematang Raya (Raya) sekitarnya, Haranggaol, Tiga Runggu, Purba, Sidamanik, Tiga Ras, Tanah Jawa, Serbelawan, Seribu Dolok, Saran Padang, Negeri Dolok dan Silou Kahean. Simalungun kadang membagi daerahnya atas Simalungun Atas (Simas) dan Simalungun Jahe-jahe atau bawah, sesuai dengan topographi wilayahnya.

Kebanyakan daerah Simalungun adalah dataran menengah yang subur untuk perkebunan dan persawahan serta dataran tinggi yang sejuk dan subur untuk tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan. Memang beberapa daerah berbukit-bukit atau kombinasi lembah dan jurang. Tidak heran bahwa di daerah Simalungun terdapat area perkebunan dan persawahan yang sangat luas. Beberapa daerah wisata juga terdapat di Simalungun, terutama yang terletak di tepi Danau Toba seperti Simarjarunjung, Haranggaol, Tiga Ras dan tentu, Parapat.

Secara fisik dan logat bicara, orang Simalungun mirip dengan orang-orang dari sub etnik Batak lainnya. Bahasa Simalungun sepertinya perpaduan antara bahasa Toba dan Karo, walaupun lebih cenderung ke Toba. Di dalam penuturan katanya, orang Simalungun sangat halus dan hati-hati berbicara. Sejatinya, Simalungun juga mempunyai huruf tersendiri selain huruf latin (abjad Batak).

Marga (nama keluarga atau family name) adalah tanda pengenal khas orang Simalungun. Sayangnya, jumlah marga di Simalungun sangat terbatas, yaitu Sipayung, Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Marga-marga utama ini kemudian masih mempunyai beberapa sub marga. Marga-marga ini mempunyai hubungan pertalian dengan marga-marga di Toba atau Karo, bahkan terdapat marga yang sama di Simalungun dan Toba. Sipayung kalau di Toba akan masuk ke dalam Silahi Sabungan (Silalahi, dll) dan di Karo akan masuk ke dalam Sembiring. Sinaga di Simalungun sama dengan Sinaga di Toba. Saragih di Simalungun adalah kumpulan marga-marga Parna di Toba (Saragi, Simarmata, Simbolon, dll), dan di Karo termasuk ke dalam marga Ginting. Sementara Damanik masuk ke dalam Borbor di Toba (Manik, Sagala, dll). Yang terakhir Purba di Simalungun sama dengan Purba di Toba dan masuk ke dalam Tarigan di Karo. Marga-marga ini akan diturunkan secara patrilineal kepada anak laki-laki, dan sesama marga tidak boleh menikah.

Mungkin timbul pertanyaan kenapa marga-marga di Simalungun sama dengan Toba. Sudah pasti, banyak teori yang mengatakan bahwa asal-usul keduanya adalah sama, Cuma kemudian berpisah secara geographi. Ada yang mengatakan orang Simalungun adalah orang Toba yang merantau ke daerah Simalungun, tetapi ada yang mengatakan sebaliknya, orang Toba adalah orang Simalungun yang merantau menyebrangi Danau Toba ke daerah Toba. Kosa kata Toba di dalam Bibel (Alkitab) banyak yang sama dengan kosa kata Simalungun

Simalungun juga mengenai budaya dalihan na tolu (tiga tungku), yang terdiri dari pihak keluarga istri (tondong atau hula-hula/kalimbubu), semarga dengan kita (sanina atau dongan tubu/senina) dan keluarga suami saudara perempuan kita (boru atau anak beru). Panggilan tutur yang khas di Simalungun adalah Tulang (Paman, saudara Ibu kita, atau Mama), Atturang (Istri paman atau Mami), Amboru (saudara perempuan Ayah atau bibi), Makkela (paman, suami bibi, atau amang boru/mengkila). Adik laki-laki ayah di sebut Bapa Anggi atau Panggian (Uda/Poda) sementara istrinya disebut Inang Gian (Inang Uda). Abang nya ayah disebut Bapa Tua sementara istrinya disebut Inang Tua. Menantu perempuan disebut Parmaen dan menantu laki-laki disebut Hela. Ipar laki-laki disebut Lae (silih) yang mana kita dipanggil lae juga dan ipar perempuan disebut Nasi Besan (Inang Bao/Turangku), yang mana ipar perempuan tersebut juga memanggil kita nasi besan (Amang Bao). Istri Abang kita dipanggil kaha, dan istri adik kita dipanggil Nasianggi, yang mana dia akan memanggil kita Nasikaha. Di Simalungun, Ayah-Parmaen, Kita-Nasi Besan, Kita-Nasi Anggi tidak boleh saling berbicara langsung. Berbeda dengan di Toba yang akan memanggil mertuanya dengan sebutan Amang dan Inang, di Simalungun seorang seorang parmaen akan memanggil mertuanya dengan sebuatan Nasimakkela dan Amboru, dan seorang Hela akan memanggil mertuanya dengan sebutan Tulang dan Atturang. Kita biasanya memanggil Ayah dengan sebutan Bapa dan ibu dengan sebutan Inang. Cucu disebut pahoppu, dan kakek dan nenek disebut dengan Oppung, walaupun ada juga yang memanggil Gotong atau Bulang untuk Kakek dan Tua-tua atau Nini untuk Nenek. Sesama laki-laki akan memanggil lawan bicara dengan kata ambia.

Ulos Simalungun mirip dengan ulos Toba, hanya saja Simalungun mengenal tutup kepala pria (gotong) dan wanita (bulang). Sudah pasti selendang atau salendang harus dihadangkan. Acara adat juga mirip, walau di Simalungun ada beberapa acara yang mana Ayam bisa menggantikan pinahan (babi) untuk makanan yang diserahkan (disurdukkon) kepada keluarga yang lain sesuai adat. Makanan nya hampir sama, kecuali ada beberapa hal khusus dalam mengolah daging babi beserta dalamannya. Berikut beberapa kosa kata Simalungun yang berguna :

- Saya (au)
- Kamu (ham atau ho)
- Kalian (Nassiam atau nima)
- Kami (hanami)
- Ucapan salam (horas)
- Apa kabar ?(aha kabar ?)
- Sudah makan ? (domma mangan ?)
- Bernyanyi (mandoding)
- Berdoa (martonggo)
- Bekerja (marhorja)

MP.